“
BUKTI AUDIT ”
Makalah
ini disusun untuk memenuhi tugas dalam Mata Kuliah
Pengauditan
I
Dosen
: Oktavima W, SE.M.SA.,Ak.
Disusun
Oleh :
Katarina Desi Ratnasari
|
32.13.1628
|
Dewi Ayu Anggraini
|
32.13.1664
|
Anis Fitriatul R.
|
32.13.1590
|
Ainul Maulita
|
32.13.1589
|
Novi Puji Astuti
|
32.13.1481
|
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 BANYUWANGI
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR
BELAKANG
Auditing
adalah suatu proses dengan apa seseorang yang mampu dan independen dapat
menghimpun dan mengevaluasi bukti-bukti dari keterangan yang terukur dari suatu
kesatuan ekonomi dengan tujuan untuk mempertimbangkan dan melaporkan tingkat
kesesuaian dari keterangan yang terukur tersebut dengan kriteria yang telah
ditetapkan. Untuk melaksanakan suatu audit atau pemeriksaan, selalu diperlukan
keterangan dalam bentuk yang dapat dibuktikan dan standar-standar atau kriteria
yang dapat dipakai oleh auditor sebagai pegangan untuk mengevaluasi keterangan
tersebut.
Audit atau
pemeriksaan dalam arti luas bermakna evaluasi terhadap suatu organisasi,
proses, atau produk. Audit dilaksanakan oleh pihak yang kompeten, objektif, dan
tidak memihak, yang disebut auditor. Tujuannya
adalah untuk melakukan verifikasi bahwa subjek dari audit telah diselesaikan
atau berjalan sesuai dengan standar, regulasi, dan praktik yang telah disetujui
dan diterima.
Jumlah dan jenis bukti audit yang dibutuhkan oleh
auditor untuk mendukung pendapatnya memerlukan pertimbangan profesional auditor
setelah mempelajari dengan teliti keadaan yang dihadapinya. Dalam banyak hal,
auditor independen lebih mengandalkan bukti yang bersifat pengarahan
(persuasive evidence) daripada bukti yang bersifat menyakinkan (convincing
evidence).
1.2
TUJUAN
Tujuan dibuatnya Makalah ini untuk memenuhi tugas
kelompok Materi Pengauditan I. Selain itu dimaksudkan agar pembaca dapat
mengetahui tentang Bukti Audit baik dari pengertian bukti audit itu sendiri,
keputusan bukti audit, kompetensi bukti audit, persuasivitas bukti audit, jenis
– jenis bukti audit, dokumentasi bukti audit dan evaluasi bukti audit.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN AUDIT
Auditing adalah proses pengumpulan, dan pengevaluasian bahan
bukti tentang informasi yang dapat diukur mengenai suatu entitas ekonomi yang
dilakukan oleh seorang yang kompeten dan independen untuk dapat menentukan dan
melaporkan kesesuaian informasi dimaksud dengan kriteria – kriteria yang telah
ditetapkan. Auditing seharusnya dilakukan oleh seorang yang independen dan
kompeten.
Ditinjau dari sudut profesi akuntan
publik (Mulyadi, 2002 : 9) auditing adalah : Suatu proses sistematik untuk
memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif mengenai pernyataan –
pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk
menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan – pernyataan tersebut tersebut
dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil – hasilnya
kepada pemakai yang berkepentingan.
Halim (1997 : 1) mengutip definisi dari
ASOBAC (A Statement of Basic Auditing Concepts) mendefinisikan auditing sebagai
: Suatu proses sistemik untuk menghimpun dan mengevaluasi bukti – bukti secara
objektif mengenai asersi – asersi tentang berbagai tindakan dan kejadian
ekonomi untuk menentukan tingkat kesesuaian antara asersi – asersi tersebut
dengan kriteria yang telah ditentukan dan menyampaikan hasilnya kepada para
pemakai yang berkepentingan.
Sesuai dengan definisi di atas maka Ikatan Akuntan Indonesia
(2001 : 326 pr. 1) menyatakan bahwa : “Tujuan umum audit atas laporan keuangan
oleh auditor independen adalah untuk menyatakan pendapat atas kewajaran dalam
semua hal yang material, posisi keuangan dan hasil usaha serta arus kas sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.” Dari definisi – definisi yang
telah dikemukakan di atas maka dapat disimpulkan bahwa ada tiga hal yang
penting dalam auditing, yaitu :
a. seorang auditor harus independen
b. auditor bekerja
untuk mengumpulkan dan mengevaluasi bukti yang dapat digunakan untuk mendukung
pendapatnya.
c.
hasil pekerjaan auditor adalah laporan audit yang merupakan hasil yang harus
disampaikan auditor kepada pengguna laporan keuangan.
2.2 BUKTI AUDIT
1. Pengertian
Bukti Audit
Mulyadi
(2002 : 74) mendefinisikan bukti audit sebagai : Segala informasi yang
mendukung angka – angka atau informasi lain yang disajikan dalam laporan
keuangan, yang dapat digunakan oleh auditor sebagai dasar untuk menyatakan
pendapatnya. Bukti audit yang mendukung laporan keuangan terdiri dari data
akuntansi dan semua informasi penguat (corroborating information) yang
tersedia bagi auditor. Arens, Elder dan Beasley (2008 : 225) mendefinisikan
bukti audit “sebagai setiap informasi yang digunakan oleh auditor untuk
menentukan apakah informasi yang diaudit telah dinyatakan sesuai dengan
kriteria yang ditetapkan”.
Informasi ini
sangat bervariasi sesuai kemampuannya dalam meyakinkan auditor
bahwa laporan keuangan telah disajikan sesuai dengan prinsip – prinsip
akuntansi yang berlaku umum. Bukti audit mencakup informasi yang sangat
persuasif, misalnya perhitungan auditor atas sekuritas yang diperjualbelikan
dan informasi yang kurang persuasif, misalnya respons atas pertanyaan –
pertanyaan dari para karyawan klien. Penggunaan bukti bukan hal yang aneh bagi
auditor. Bukti juga digunakan secara ekstentif oleh para ilmuwan, pengacara dan
ahli sejarah. Tujuan audit laporan keuangan adalah menyatakan pendapat atas
kewajaran laporan keuangan klien. Untuk mendasari pemberian pendapat tersebut,
maka auditor harus menghimpun dan mengevaluasi bukti – bukti yang mendukung
laporan keuangan tersebut. Dengan demikian, pekerjaan audit adalah pekerjaan
mengumpulkan dan mengevaluasi bukti, dan sebagian besar waktu audit sebenarnya
tercurah pada perolehan atau pengumpulan dan pengevaluasian bukti tersebut.
Buku harian, buku besar dan buku pembantu, memo, dan catatan tidak resmi
seperti daftar lembaran kerja (work sheet) yang mendukung alokasi biaya,
perhitungan dan rekonsiliasi secara keseluruhan merupakan bukti yang mendukung
laporan keuangan. Informasi pendukung lainnya meliputi semua dokumen seperti
cek, faktur, surat kontrak, notulen rapat, konfirmasi dan pernyataan tertulis
dari pihak yang kompeten, informasi yang diperoleh auditor melalui tanya jawab,
pengamatan, inspeksi dan pemeriksaan fisik, serta informasi lain yang
dihasilkan atau tersedia bagi auditor yang memungkinkannya untuk menarik
kesimpulan dengan alasan kuat. Bukti audit merupakan suatu konsep yang
fundamental di dalam audit, dan hal itu dinyatakan dalam standar pekerjaan
lapangan ketiga. Ikatan Akuntan Indonesia (2001 : 326 pr. 1) menyatakan bahwa :
“ Standar pekerjaan lapangan ketiga berbunyi : Bukti audit kompeten yang cukup harus
diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, pengajuan pernyataan, dan konfirmasi
sebagai dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan
auditan.” Bukti audit sangat besar pengaruhnya terhadap kesimpulan yang ditarik
oleh auditor dalam rangka memberikan pendapat atas laporan keuangan yang
diauditnya. Oleh karena itu auditor harus mengumpulkan dan mengevaluasi bukti
yang cukup dan kompeten agar kesimpulan yang diambilnya tidak menyesatkan bagi
pihak pemakai dan juga untuk menghindar dari tuntutan pihak – pihak yang
berkepentingan di kemudian hari apabila pendapat yang diberikannya tidak
pantas.
2. Keputusan
Bukti Audit
Keputusan penting yang dihadapi para auditor adalah
menentukan jenis dan jumlah bukti yang tepat, yang diperlukan untuk memenuhi
keyakinan bahwa komponen laporan keuangan klien dan keseluruhan laporan telah
disajikan secara wajar, dan bahwa klien menyelenggarakan pengendalian internal
yang efektif atas pelaporan keuangan. Ada empat keputusan mengenai bukti apa
yang harus dikumpulkan dan berapa banyak bukti tersebut :
a. Prosedur
audit yang digunakan
b. Berapa
ukuran sampel yang akan dipilih untuk prosedur tersebut.
c. Item – item
mana yang akan dipilih dari populasi
d. Kapan
melaksanakan prosedur tersebut.
3. Kompetensi
Bukti Audit
Kompetensi bukti audit berhubungan
dengan kualitas atau keandalan data akuntansi dan informasi penguat.
Pengendalian intern yang kuat menyebabkan keandalan catatan akuntansi dan
bukti-bukti lainnya yang dibuat dalam organisasi klien. Pada umumnya, kecukupan bukti diukur dengan ukuran sampel yang dipilih
oleh auditor. Misalnya untuk suatu prosedur audit, bukti yang diperoleh dari
sampel sebesar 100 bukti umumnya akan lebih memadai daripada pengambilan sampel
sebanyak 50 bukti. Kompetensi informasi penguat dipengaruhi oleh
beberapa faktor:
Relevansi,
bukti audit harus berkaitan dengan tujuan audit.
Sumber,bukti audit yang berasal dari sumber di luar organisasi klien pada
umumnya
merupakan bukti yang tingkat kompetensinya
dianggap tinggi.
Ketepatan
waktu,berkaitan dengan tanggal berlakunya bukti yang diperoleh oleh auditor.
Objektivitas,
bukti objektif umumnya lebih andal dibandingkan dengan bukti yang bersifat
subjektif.
Pertimbangan auditor
tentang kelayakan bukti audit yang dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut
1. Pertimbangan
profesional
Yaitu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
keseragaman penerapan mutu dan jumlah bukti yang diperlukan dalam audit.
2. Integritas
manajemen
Manajemen juga bertanggung jawab atas asersi yang
tercantum dalam laporan keuangan. Manajemen juga berada dalam posisi untuk
mengendalikan sebagian besar bukti dan data akuntansi yang mendukung laporan
keuangan.
3. Kepemilikan
publik versus terbatas
Umumnya auditor memerlukan tingkat keyakinan yang
lebih tinggi dalam audit atas laporan keungan perusahaan publik (misalnya PT
yang go Public) dibandingkan dengan audit atas laporan keuangan
perusahaan yang dimiliki oleh kalangan terbatas (misalnya PT tertutup).
4. Kondisi
keuangan
Umumnya jika suatu perusahaan mengalami kesulitan
keuangan dan proses kebangkrutan, pihak-pihak yang berkepentingan, seperti
kreditur, akan meletakan kesalahan dipundak auditor, karena kegagalan auditor
untuk memberikan peringatan sebelumnya mengenai memburuknya kondisi keuangan
perusahaan. Dalam keadaan ini, auditor harus mempertahankan pendapatnya atas
laporan keuangan auditan dan mutu pekerjaan audit yang telah dilaksanakan.[2]
4. Persuasivitas Bukti MMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMM
Standar pekerjaan lapangan ketiga mewajibkan auditor
untuk mengumpulkan bukti audit yang tepat dan mencukupi untuk mendukung
pendapat yang akan diterbitkan. Karena sifat bukti audit serta pertimbangan
biaya dalam melaksanakan audit, tidak mungkin bagi auditor untuk memperoleh
keyakinan 100% bahwa pendapatnya benar. Namun, auditor harus yakin bahwa
pendapatnya benar dengan tingkat kepastian yang tinggi. Dengan menggabungkan
semua bukti yang diperoleh dari suatu audit, auditor akan mampu memutuskan
kapan ia merasa yakin untuk menerbitkan suatu laporan audit. Dua penentu
persuasivitas bukti audit adalah ketepatan dan mencukupi yang langsung diambil
dari standar pekerjaan lapangan ketiga.
Persuasivitas bukti hanya dapat dievaluasi setelah
mempertimbangkan kombinasi antara ketepatan dan kecukupan, termasuk pengaruh
faktor – faktor yang mempengaruhi ketepatan dan kecukupan tersebut. Sejumlah
besar sampel bukti audit yang disediakan oleh pihak independen tidak bersifat
persuasif kecuali bukti tersebut relevan dengan tujuan audit yang sedang diuji.
Sejumlah besar sampel bukti yang relevan tetapi tidak objektif juga tidak
persuasif. Demikian pula, sampel yang sedikit yang hanya terdiri dari satu atau
dua bukti yang sangat tepat biasanya juga kurang memiliki persuasivitas. Ketika
menentukan persuasivitas bukti, auditor harus mengevaluasi apakah tingkat
ketepatan dan kecukupan, termasuk semua faktor yang mempengaruhi kedua hal
tersebut telah dipenuhi.
5. Jenis –
Jenis Bukti Audit
Dalam menentukan prosedur audit mana yang akan
digunakan, auditor dapat memilihnya dari delapan kategori bukti yang luas, yang
disebut tipe – tipe atau jenis – jenis bukti audit. Menurut Fachrudin (2007 :
7), ada beberapa jenis bahan bukti yang dapat dipilih oleh auditor dalam rangka
mengevaluasi bukti audit, yaitu :
a.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik adalah suatu pemeriksaan langsung
atas aset yang berwujud, seperti : persediaan barang, uang kas, kertas berharga
; seperti saham, wesel tagih, aset tetap berwujud ; seperti bangunan, mesin,
kendaraan dan peralatan kantor. Pemeriksaan fisik adalah untuk memeriksa
kuantitas, deskripsi, kondisi dan kualitas dari aset yang diperiksa. Dalam
pemeriksaan fisik ini indera yang digunakan dapat lebih dari satu indera dari
panca indera yang kita miliki.
b.
Konfirmasi
Konfirmasi adalah jawaban atas permintaan auditor baik
tertulis maupun lisan mengenai keakuratan suatu informasi dari pihak ketiga
yang independen (sebaiknya tertulis). Jawaban tersebut seyogyanya langsung
disampaikan kepada auditor. Proses konfirmasi adalah sebagai berikut :
1) Informasi dikirimkan ke pihak ketiga yang
independen.
2) Pihak ketiga memeriksa akurasi informasi tersebut
3) Pihak ketiga langsung mengirimkan hasil
pemeriksaannya kepada auditor. Konfirmasi terdiri atas 2 tipe :
1) Konfirmasi positif. Pada konfirmasi ini, pihak
ketiga diminta untuk menjawab baik informasi yang diterimanya akurat maupun
tidak akurat.
2) Konfirmasi negatif. Pada konfirmasi ini, pihak
ketiga diminta untuk menjawab jika informasi yang diterimanya tidak akurat.
3) Blank confirmation,
merupakan konfirmasi yang respondenya diminta untuk mengisikan saldo atau
informasi lain sebagai jawaban atas suatu hal yang ditanyakan.
c. Prosedur
Analitis
Prosedur analitis menggunakan perbandingan –
perbandingan dan hubungan – hubungan untuk mengetahui apakah suatu angka atau
data merupakan angka atau data yang logis. Prosedur analitis pada garis
besarnya dapat dilakukan dengan lima cara :
1) Membandingkan data keuangan yang ada di laporan
keuangan tahun yang diaudit dengan tahun sebelumnya.
2) Membandingkan data keuangan yang ada di laporan
keuangan perusahaan yang diaudit dengan data perusahaan yang sejenis untuk
tahun/periode yang sama.
3) Membandingkan data keuangan yang ada di laporan
keuangan dengan anggarannya.
4) Membandingkan data yang di laporan keuangan dengan
data atau informasi yang diketahui auditor atau hasil perhitungan auditor.
5) Membandingkan data keuangan yang ada di laporan
keuangan dengan data non – keuangan yang ada kaitannya (relationship)
d. Dokumen
Menurut sumbernya, bukti dokumenter dapat dibagi
menjadi 2 golongan, yaitu :
1) Bukti dokumenter yang dibuat oleh pihak luar yang
independen yang dikirimkan langsung kepada auditor, misalnya konfirmasi yang
merupakan penerimaan jawaban tertulis dari pihak yang independen di luar klien
yang berisi verifikasi ketelitian yang diminta oleh auditor.
2) Bukti dokumenter yang dibuat oleh pihak luar yang
independen yang disimpan dalam arsip klien, misalnya rekening koran bank,
faktur dari penjual, order pembelian dari pelanggan, dan lain - lain. Untuk
menentukan tingkat kepercayaan terhadap jenis bukti dokumenter ini, auditor
harus mempertimbangkan apakah dokumen tersebut dapat dengan mudah diubah atau
dibuat oleh karyawan dalam organisasi klien.
e. Tanya
Jawab (wawancara, interview, Inquiries)
Tanya jawab dapat dilakukan secara lisan maupun
tertulis. Tanya jawab dilakukan kepada personil atau pihak perusahaan. Apa saja
yang kurang jelas, boleh ditanyakan kepada pihak perusahaan, misalnya mengenai
metode pencatatan, proses produksi, proses pembayaran gaji/upah dan sebagainya.
Tetapi dalam tanya jawab ini harus hati – hati, karena pihak perusahaan
bukanlah pihak yang independen, sehingga kemungkinan memperoleh jawaban yang
bias tetap ada. Dalam tanya jawab sebaiknya dilakukan dengan menggunakan alat
komunikasi yang dimengerti oleh pihak yang ditanya, sehingga informasi yang
diperolehlebih baik. Sebagian hasil tanya jawab ini mungkin saja dapat
diperkuat atau di cek kesesuaiannya dengan bukti lain seperti observasi atau
dokumen dapat dicek kesesuaiannya dengan tanya jawab.
f. Observasi
Observasi adalah penggunaan penglihatan dan indera
lain untuk menilai atau memeriksa kegiatan – kegiatan tertentu misalnya jika di
catatan kepegawaian ada 15 personil di bagian akuntansi, auditor dapat
berkunjung ke bagian akuntansi untuk melihat apakah ada 15 orang yang bekerja
di bagian akuntansi. Jika kurang dari 15 orang, perlu ditanyakan apakah ada
personil yang cuti atau sedang keluar kantor. Demikian juga, jika di catatan
tidak ada barang setengah jadi (work in proccess), auditor dapat
berkunjung ke pabrik untuk melihat bagaimana proses produksi di perusahaan,
untuk memastikan tidak adanya barang setengah jadi. Juga, misalnya menurut
catatan dan informasi di perusahaan mesin yang baru dibeli perusahaan,
kapasitasnya dapat menghasilkan 1.000 unit produk per jam. Untuk memeriksa hal
diatas, auditor dapat meminta untuk melakukan observasi beroperasinya mesin
tersebut.
g.
Pengerjaan Kembali
Pengerjaan kembali adalah mengulangi apa yang telah
dilakukan atas suatu data atau informasi. Misalnya suatu faktur penjualan,
jumlah rupiah di faktur tersebut Rp. 5 juta. Auditor akan menghitung kembali
dengan mengalikan kuantitas barang yang dijual dengan harga per unit dari
barang tersebut, kemudian menguranginya jika ada diskon dan sebagainya,
sehingga diperoleh angka Rp. 5 juta.
h. Bukti
dari spesialis
Spesialis adalah seorang yang memiliki keahlian atau
pengetahuan khusus dalam bidang selain akuntansi dan auditing, misalnya
pengacara, insinyur, geologist, ahli teknik dan lain – lain. Pada umumnya
spesialis yang digunakan auditor bukan orang yang mempunyai hubungan dengan
klien. Auditor harus membuat surat perjanjian kerja dengan spesialis, tetapi
tidak boleh menerima begitu saja hasil – hasil penemuan spesialis tersebut.
6. Dokumentasi
audit
Dokumentasi audit juga dapat dianggap sebagai kertas
kerja, meskipun semakin banyak dokumentasi audit yang diselenggarakan dalam
file komputerisasi. Dokumentasi audit adalah catatan utama yang mencakup semua
informasi yang perlu dipertimbangkan oleh auditor untuk melakukan audit secara
memadai dan untuk mendukung laporan audit. Tujuan dokumentasi audit adalah
untuk membantu auditor dalam memberikan kepastian yang memadai bahwa audit
telah sesuai dengan standar audit yang berlaku umum dan juga membantu auditor
dalam melaksanakan dan mensupervisi audit. Menurut Arens, Elder dan Beasley
(2008 : 241 – 243) secara lebih khusus, dokumentasi audit yang berkaitan dengan
audit tahun berjalan, memberikan:
1) Dasar bagi Perencanaan Audit
Jika auditor akan merencanakan audit yang memadai,
informasi tentang referensi yang diperlukan harus tersedia dalam file audit.
File itu meliputi berbagai macam informasi perencanaan sebagai informasi
deskriptif tentang pengendalian
internal, anggaran waktu untuk masing – masing area audit, program audit tahun
sebelumnya.
2) Catatan Bukti yang Dikumpulkan dan Hasil Pengujian
Dokumentasi audit adalah sarana utama untuk
mendokumentasikan bahwa audit yang memadai telah dilaksanakan sesuai standar
auditing. Jika muncul kebutuhan, auditor harus mampu memperlihatkan kepada
lembaga pembuat peraturan dan pengadilan bahwa audit telah direncanakan dengan
baik dan diawasi secara memadai. Bukti yang dikumpulkan telah tepat dan
mencukupi dan laporan audit tepat dengan mempertimbangkan hasil audit. Apabila
prosedur audit melibatkan sampling transaksi atau saldo - saldo, maka
dokumentasi audit harus mengidentifikasi item –item yang diuji. File audit juga
harus mendokumentasikan temuan atau masalah audit yang signifikan, tindakan
yang diambil untuk menanganinya, dan dasar kesimpulan yang dicapai.
3) Data untuk menentukan Jenis Laporan Audit yang
Tepat
Dokumentasi audit menyediakan sumber informasi yang
penting untuk membantu auditor dalam memutuskan apakah bukti yang tepat dan
mencukupi telah dikumpulkan guna menjustifikasi laporan audit berdasarkan
situasi tertentu. Data yang ada dalam file memiliki kegunaan yang sama untuk
mengevaluasi bukti bahwa audit telah diawasi secara memadai.
4) Dasar bagi Review oleh Supervisor dan Partner
File audit adalah kerangka referensi utama yang
digunakan oleh supervisor untuk mereview pekerjaan asisten. Review yang cermat
oleh supervisor juga memberikan bukti bahwa audit telah diawasi secara memadai.
Dokumentasi yang berupa kertas kerja audit merupakan milik kantor akuntan
publik walaupun kertas kerja tersebut berisi informasi mengenai perusahaan.
Kantor akuntan publik diharuskan untuk menjaga kerahasiaan mengenai informasi
perusahaan tersebut, kecuali jika ada izin dari perusahaan yang diaudit
tersebut atau ada perkara pengadilan.
a. Isi dan Organisasi Dokumentasi Audit
Setiap kantor akuntan publik menetapkan pendekatannya
sendiri untuk menyiapkan serta mengatur file audit dan auditor pemula harus
menggunakan pendekatan kantornya. Ada dasar pemikiran mengenai jenis
dokumentasi audit yang disiapkan untuk suatu audit dan cara dokumentasi itu
diatur dalam file, walaupun perusahaan yang berbeda dapat mengikuti pendekatan
yang agak berbeda.
b. File Permanen
File permanen berisi data yang bersifat historis atau
berlanjut yang bersangkutan dengan audit saat ini. File ini menjadi sumber
informasi yang kaya tentang audit yang terus penting adanya dari tahun ke
tahun. Menurut Arens, Elder dan Beasley (2008 : 245 – 246) File permanen umumnya
meliputi hal – hal berikut :
1) Kutipan atau salinan dari dokumen perusahaan yang
terus penting artinya seperti akte pendirian, anggaran rumah tangga, perjanjian
obligasi dan kontrak. Kontrak dapat mencakup program pensiun, lease, opsi
saham, dan lainnya. Masing – masing dokumen ini penting bagi auditor selama
tahun – tahun masa berlalunya.
2) Analisis akun tahun – tahun sebelumnya yang terus
penting artinya bagi auditor. Mencakup akun seperti utang jangka – panjang,
akun ekuitas pemegang saham, goodwill, dan aktiva tetap. Dengan memiliki
informasi ini dalam file permanen auditor dapat berkonsentrasi dalam
menganalisis perubahan saldo tahun berjalan saja, karena telah menyimpan hasil
audit tahun sebelumnya dalam bentuk yang bias diakses untuk review.
3) Informasi yang berhubungan dengan pemahaman atas
pengendalian internal dan penilaian risiko pengendalian. Informasi ini mencakup
bagan organisasi, bagan arus, kuesioner, dan informasi tentang pengendalian
internal lainnya termasuk identifikasi pengendalian dan kelemahan sistem
tersebut. Catatan ini digunakan sebagai titik awal untuk mendokumentasikan
pemahaman auditor atas pengendalian internal, karena aspek sistem itu sering
kali tidak berubah dari tahun ke tahun.
4) Hasil prosedur analisis dari audit tahun
sebelumnya. Di antara data ini terdapat rasio dan persentase yang dihitung oleh
auditor dan total saldo atau saldo per bulan untuk akun tertentu. Informasi ini
berguna dalam membantu auditor memutuskan apakah ada perubahan tidak biasa
dalam saldo akun tahun berjalan yang harus diselidiki secara lebih ekstensif.
c. File Tahun Berjalan
File tahun berjalan mencakup semua dokumentasi audit
yang diterapkan pada tahun yang diaudit. Ada satu set file permanen untuk klien
dan satu set file tahun berjalan untuk audit setiap tahun. Berikut ini adalah
jenis informasi yang sering tercakup dalam arsip tahun berjalan (Arens, Elder
dan Beasley, 2008 : 246 – 251)
1) Program Audit.
Standar auditing mewajibkan program audit tertulis
untuk setiap audit. Program audit ini biasanya dicatat dalam file terpisah
untuk memperbaiki koordinasi dan integrasi semua bagian audit, meskipun
beberapa kantor akuntan juga menyertakan salinan program audit untuk setiap
bagian audit pada dokumentasi audit. Selama audit berlangsung, setiap auditor
menandatangani program untuk prosedur audit yang dilakukan dan menunjukkan tanggal
penyelesaian. Pencantuman program audit yang dirancang dengan baik dan
diselesaikan dengan cara yang seksama dalam file audit adalah bukti dari audit
yang bermutu tinggi.
2) Informasi umum.
Beberapa file audit mencakup informasi periode
berjalan yang bersifat umum, bukannya bukti yang dirancang untuk mendukung
jumlah laporan keuangan tertentu. Ini mencakup item – item seperti memo
perencanaan audit, salinan notulen rapat dewan direksi, salinan kontrak atau
perjanjian yang tidak dicantumkan dalam file permanen, catatan tentang diskusi
dengan klien, komentar review penyelia, dan kesimpulan umum.
3) Neraca saldo berjalan.
Karena acuan untuk menyiapkan laporan keuangan adalah
buku besar, jumlah yang dicantumkan dalam catatan tersebut akan menjadi pusat perhatian
audit. Sedini mungkin setelah tanggal neraca, auditor harus memperoleh atau
menyiapkan daftar akun buku besar umum dan saldo akhir tahunnya. Skedul ini
disebut tahun berjalan. Teknik yang digunakan oleh banyak perusahaan memformat
neraca saldo berjalan auditor dalam format yang sama dengan laporan keuangan.
Setiap baris pos pada neraca saldo didukung oleh skedul utama yang berisi
rincian akun – akun dari buku besar yang membentuk total baris pos. Setiap akun
yang terinci pada skedul utama itu pada gilirannya didukung oleh skedul
pendukung yang tepat bagi pekerjaan audit yang dilakukan dan kesimpulan yang
dicapai.
4) Ayat jurnal penyesuaian dan Reklasifikasi.
Apabila auditor
menemukan salah saji yang material dalam catatan akuntansi, laporan keuangan
harus dikoreksi. Walaupun ayat jurnal penyesuaian yang ditemukan dalam audit
seringkali dibuat oleh auditor, hal itu harus disetujui oleh klien karena
tanggung jawab utama manajemen adalah menyajikan laporan secara wajar. Ayat
jurnal reklasifikasi sering kali dibuat dalam laporan audit untuk menyajikan
informasi akuntansi secara tepat, meskipun saldo akun buku besar sudah benar.
5) Skedul pendukung.
Bagian terbesar dari dokumentasi audit meliputi skedul
pendukung terinci, yang disiapkan oleh klien atau auditor untuk mendukung
jumlah yang spesifik pada laporan keuangan. Auditor harus memilih jenis skedul
yang tepat bagi aspek audit tertentu untuk mendokumentasikan kecukupan audit
dan memenuhi tujuan lain dari dokumentasi audit. Jenis utama skedul pendukung
yaitu :
7. Evaluasi Bukti Audit
Evaluasi
bukti audit diperlukan untuk menyiapkan laporan audit yang tepat sehingga
auditor harus bersifat obyektif, hati – hati, dan menyeluruh dalam mengevaluasi
bukti audit. Auditor harus secara mendalam mencari bukti audit dan tidak
memihak (bias) dalam mengevaluasinya. Boynton, Johnson dan Kell (2002 : 195)
mendefinisikan evaluasi bukti audit adalah : Persyaratan dasar yang memadai
berkaitan dengan tingkat keyakinan menyeluruh yang diperlukan oleh auditor untuk
menyatakan pendapat atas laporan keuangan. Untuk memiliki dasar yang memadai
bagi pemberian pendapat, seorang auditor memerlukan bukti audit yang lebih
meyakinkan, bagi setiap asersi laporan keuangan yang material. Menurut
Fachrudin (2007 : 13) ada beberapa tipe pengujian atau evaluasi untuk bukti
audit, yaitu :
a. Prosedur untuk mendapatkan pengertian
mengenai internal control (pengawasan internal) perusahaan.
Pengertian
mengenai internal control perusahaan dapat diperoleh melalui :
1) Manual mengenai
internal control jika ada
2) Melakukan tanya
jawab (inquiries) dengan personil perusahaan
3) Memeriksa
dokumen – dokumen dan catatan – catatan perusahaan
4) Melakukan
observasi atas kegiatan – kegiatan dan operasi perusahaan
b. Pengujian pengawasan (test of
controls)
Setelah pengertian
mengenai internal control perusahaan diketahui, auditor melakukan
pengujian apakah kontrol yang telah ditetapkan perusahaan telah berjalan
(efektif), misalnya apakah prosedur pengeluaran kas yang telah ditetapkan oleh
perusahaan telah berjalan dengan baik.
c. Pengujian Substantif atas Transaksi
Pengujian ini
dilakukan untuk mendapatkan kemungkinan adanya salah saji dalam mata uang yang
langsung mempengaruhi keakurasian saldo – saldo di laporan keuangan. Pengujian ini
bertujuan untuk mengetahui apakah :
1) Transaksi yang
dicatat telah benar – benar terjadi dan untuk kepentingan dan berkaitan dengan
perusahaan.
2) Transaksi yang
dicatat telah lengkap, tidak ada yang tertinggal.
3) Transaksi yang
dicatat telah akurat.
4) Transaksi yang
dicatat telah sesuai dengan klasifikasinya di laporan keuangan.
5) Transaksi telah
dicatat pada tanggal/waktu yang tepat.
6) Transaksi telah
dicatat ke buku besar (general ledger) dan buku tambahan (subsidiary
ledger) yang tepat.
d. Pengujian Terinci atas Saldo - saldo
Pengujian ini
terfokus pada saldo akhir buku besar, baik untuk perkiraan neraca maupun
perkiraan laba – rugi. Tujuan utama pengujian terinci atas saldo – saldo adalah
keakurasian saldo – saldo perkiraan, tetapi untuk mencapai tujuan tersebut,
tujuan – tujuan lainnya harus diikutsertakan.
Evaluasi bukti
audit dapat dilakukan selama dan pada akhir audit atau pada akhir pekerjaan
lapangan. Pelaksanaan pengevaluasian bukti audit akan mempertimbangkan evaluasi
risiko salah saji yang diperkirakan, evaluasi kompetensi dan kecukupan bukti
audit, pengevaluasian bukti audit dengan dilakukannya verifikasi atas asersi
manajemen dan kesesuaian bukti audit dengan tujuan audit spesifik, dan
pengevaluasian pada akhir pekerjaan lapangan dilakukan pada saat auditor
memutuskan pendapat yang akan dinyatakannya dalam laporan audit.
a. Evaluasi
Risiko Salah Saji yang Diperkirakan
Laporan keuangan
mengandung salah saji material jika laporan tersebut berisikan kekeliruan dan
kecurangan yang dampaknya, secara individual atau gabungan sedemikian
signifikan sehingga mencegah penyajian secara wajar laporan keuangan tersebut
sesuai dengan prinsip akuntansi yang berterima umum. Dalam keadaan ini, salah
saji dapat terjadi sebagai akibat penerapan secara keliru prinsip akuntansi
berterima umum di Indonesia, penyimpangan dari fakta atau penghilangan
informasi yang diperlukan. SA Seksi 312 paragraf 4 menyatakan bahwa : Laporan
keuangan mengandung salah saji material apabila laporan keuangan tersebut mengandung
salah saji yang dampaknya, secara individual atau keseluruhan, cukup signifikan
sehingga dapat mengakibatkan laporan keuangan tidak disajikan secara wajar,
dalam semua hal yang material, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku
umum di Indonesia. Salah saji dapat terjadi sebagai akibat dari kekeliruan atau
kecurangan. Auditor bertanggungjawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit
guna mendapatkan keyakinan memadai bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji
material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan maupun kecurangan.
Resiko audit
merupakan risiko kesalahan auditor dalam memberikan pendapat wajar tanpa
pengecualian atas laporan keuangan yang salah saji secara material. Konsep
keseluruhan mengenai resiko audit ini merupakan kebalikan dari keyakinan yang
memadai. Semakin tinggi kepastian yang ingin diperoleh auditor dalam menyatakan
pendapat yang benar, semakin rendah rsiko audit yang diterima.
Ada tiga komponen resiko audit, yaitu resiko bawaan, yaitu kerentanan asersi
terhadap salah saji material dengan mengasumsikan bahwa tidak ada pengendalian
yang berhubungan. Risiko deteksi, merupakan risiko bahwa auditor tidak dapat
mendeteksi salah saji material dalam suatu penugasan. Resiko pengendalian,
yaitu risiko bahwa suatu salah saji yang material yang akan terjadi dalam
asersi tidak dapat dicegah atau dideteksi secara tepat waktu oleh pengendalian
perusahaan. Hubungan ketiga resiko ini dapat digambarkan dengan rumus Model
Resiko Audit sebagai berikut : AR = IR x CR x DR Dimana : AR = Risiko Audit IR
= Risko bawaan CR = Risiko Pengendalian DR = Risiko Deteksi
b.
Evaluasi
Kompetensi dan Kecukupan Bukti Audit yang Dikumpulkan
Di dalam mengevaluasi bukti, auditor harus
memperhatikan kompetensi, ketepatan dan kecukupan dari bukti yang telah
dikumpulkan untuk dievaluasi. Bukti audit yang tepat dan cukup dapat menjadi
dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang
diaudit.
1) Evaluasi Ketepatan Bukti Audit
Arens, Elder dan Beasley (2008 : 227) menyatakan bahwa
:
Ketepatan Bukti (Appropriateness of evidence)
adalah ukuran mutu bukti, yang berarti relevansi dan reliabilitasnya memenuhi
tujuan audit untuk kelas transaksi, saldo akun, dan pengungkapan yang
berkaitan. Jika suatu bukti dianggap sangat tepat, hal itu hal itu akan sangat
membantu dalam meyakinkan auditor bahwa laporan keuangan telah disajikan dengan
wajar. Kompetensi atau ketepatan bukti audit berkaitan dengan kualitas atau
keandalan suatu bahan bukti. Jika bahan bukti dianggap sangat kompeten dan
tepat maka akan sangat membantu meyakinkan auditor bahwa laporan keuangan telah
disajikan dengan wajar. Misalnya kalau auditor menghitung persediaan maka bahan
bukti tersebut akan melebihi kompeten daripada kalau pihak manajemen yang
memberikan auditor gambarannya sendiri. Bukti harus berkaitan atau relevan
dengan tujuan audit yang akan diuji oleh auditor sebelum bukti tersebut
dianggap tepat. Relevansi bukti audit yang berupa catatan akuntansi dipengaruhi
secara langsung oleh efektivitas struktur pengendalian intern. Struktur
pengendalian intern yang kuat akan lebih menjamin keandalan catatan akuntansi
dan bukti – bukti lainnya yang dibuat dalam organisasi klien, sebaliknya
struktur pengendalian intern yang lemah seringkali tidak dapat mencegah atau
mendeteksi kekeliruan dan ketidakberesan yang terjadi dalam proses akuntansi.
Relevansi hanya dapat dipertimbangkan dalam tujuan audit khusus, karena bukti
audit mungkin relevan untuk satu tujuan audit, tetapi tidak relevan untuk
tujuan audit lainnya.
2) Evaluasi Kecukupan Bukti Audit
Guy, Alderman dan Winters (2002 : 165) mendefinisikan
kecukupan bukti audit sebagai berikut:
Kecukupan berkaitan dengan kualitas dan kuantitas
bukti audit yang diperoleh. Pada saat menentukan apakah bukti sudah mencukupi,
auditor harus menggunakan pertimbangan profesional mengenai berapa banyak dan
apa saja bukti audit yang dibutuhkan, berdasarkan sifat akun yang sedang diuji,
materialitas kemungkinan kesalahan dan kecurangan, tingkat resiko terkait dan
jenis serta kompetensi bukti yang tersedia. Pada dasarnya kecukupan bukti audit
lebih berkaitan dengan kuantitas bukti audit. Jumlah bahan bukti audit yang
dikumpulkan menentukan kecukupannya. Jumlah diukur terutama dengan besarnya
sampel yang dipilih auditor. Auditor tidak mungkin mengumpulkan dan
mengevaluasi seluruh bukti audit yang ada untuk mendukung pendapatnya karena
hal tersebut sangat tidak efisien. Pengumpulan bukti audit dan pengevaluasian
bukti audit dilakukan berdasarkan atas uji petik atau teknik sampling. Ada
beberapa faktor yang menentukan kelayakan besar sampel dalam audit, dan yang
paling penting adalah perkiraan atau ekspektasi auditor atas terjadinya
kekeliruan dan salah saji dan efektivitas struktur pengendalian intern klien.
Misalnya dalam mengaudit PT. X, auditor menyimpulkan bahwa klien mempunyai
pengendalian yang efektif atas pencatatan aktiva tetap, maka auditor dapat
mengambil sampel yang lebih sedikit untuk audit atas aktiva tetap. Selain
besarnya sampel, pos tertentu yang diuji akan mempengaruhi kecukupan bukti
audit. Sampel yang berisi unsur populasi dengan nilai rupiah yang besar, unsur
dengan kemungkinan salah saji yang tinggi, dan unsur yang mewakili populasi
biasanya dipertimbangkan mencukupi. Sebaliknya, sebagian besar auditor biasanya
mempertimbangkan suatu sampel yang hanya berisi jumlah rupiah yang terbesar
dari populasi sebagai hal yang tidak mencukupi, kecuali unsur ini merupakan
bagian yang besar dari jumlah total populasi.
Menurut
Boynton, Johnson dan Kell (2002 : 206) ada empat faktor – faktor yang
mempengaruhi kecukupan bukti audit, yaitu :
a).
Materialitas Materialitas adalah pertimbangan utama dalam menentukan laporan
audit yang harus dikeluarkan. Karena bertanggungjawab menentukan apakah laporan
keuangan salah saji secara material, auditor harus, berdasarkan temuan salah
saji yang material, menyampaikan hal itu kepada klien sehingga bisa dilakukan
tindakan koreksi. Jika klien menolak untuk mengoreksi laporan keuangan itu,
auditor harus mengeluarkan pendapat wajar dengan pengecualian atau pendapat
tidak wajar, tergantung pada seberapa material salah saji tersebut. Terdapat
hubungan terbalik antara tingkat materialitas dengan kuantitas bukti audit yang
diperlukan. Semakin rendah tingkat materialitas maka akan semakin banyak
kuantitas bukti audit yang diperlukan dan juga demikian sebaliknya. Rendahnya
salah saji yang dapat ditoleransi mengharuskan auditor untuk mengumpulkan lebih
banyak bukti sehingga auditor yakin tidak ada salah saji material yang terjadi.
Auditor harus dapat membedakan dengan jelas antara tingkat materialitas saldo
akun dengan akun yang material. Pada umumnya akun yang material terhadap
laporan keuangan memerlukan bukti yang lebih banyak daripada akun yang tidak
material, dan akun yang mempunyai resiko tinggi terhadap salah saji dalam
laporan keuangan juga memerlukan lebih banyak bukti daripada akun yang beresiko
rendah terjadi salah saji.
b). Resiko audit Terdapat hubungan erat antara resiko
audit dengan materialitas. Untuk mendukung pendapat auditor atas laporan
keuangan. Rendahnya resiko audit berarti juga tingginya tingkat kepastian yang
diyakini auditor mengenai ketepatan pendapatnya sehingga bukti yang dikumpulkan
juga harus lebih banyak. Semakin rendah tingkat resiko audit yang dapat
diterima auditor maka semakin banyak juga kuantitas bukti yang diperlukan.
Hubungan terbalik juga terdapat antara resiko deteksi dengan jumlah bukti yang
diperlukan, dan sebaliknya terdapat hubungan searah antara resiko bawaan dan
resiko pengendalian dengan kuantits bukti yang diperlukan, dimana semakin
tinggi tingkat resiko bawaan maka semakin banyak bukti yang diperlukan.
Demikian juga jika semakin tinggi tingkat resiko pengendalian maka semakin
banyak bukti yang diperlukan. Standar pekerjaan lapangan kedua mengharuskan
auditor memahami entitas dan lingkungannya, termasuk pengendalian internalnya,
untuk menilai resiko salah saji yang material dalam laporan keuangan klien.
Auditor menggunakan model resiko audit untuk mengidentifikasi lebih jauh salah
saji yang potensial dalam laporan keuangan secara keseluruhan serta saldo akun
khusus, kelas transaksi, dan pengungkapan di mana salah saji paling mungkin
terjadi.
c). Faktor – faktor ekonomi Seorang
auditor bekerja dalam batasan ekonomi yang menentukan bahwa kecukupan bukti
harus diperoleh dalam batasan waktu dan biaya yang memadai. Dengan demikian,
seorang auditor seringkali menghadapi keputusan apakah penambahan waktu dan
biaya akan memberikan manfaat yang sepadan berupa perolehan bukti yang lebih
meyakinkan. d). Ukuran
dan Karakteristik Populasi ukuran populasi berkaitan dengan jumlah item yang
terdapat dalam populasi tersebut, seperti jumlah transaksi penjualan dalam
jurnal penjualan. Ukuran populasi akuntansi mendasari banyak item laporan
keuangan yang digunakan dalam penarikan sampel yang diperlukan untuk
pengumpulan bukti audit. Secara umum, semakin besar populasinya akan semakin
besar pula jumlah bukti yang diperlukan untuk memperoleh dasar yang memadai
guna menarik kesimpulan tentang hal itu. Hubungan yang pasti antara ukuran
populasi, karakteristik populasi dan ukuran sampel bergantung pada tujuan dan
sifat rencana penarikan sampel yang sedang digunakan. Auditor akan mengevaluasi
kecukupan bukti audit yang dikumpulkannya dengan tahap awal mengevaluasi resiko
audit yang dicapai berdasarkan akun dan siklus dan kemudian mengevaluasi
laporan keuangan secara keseluruhan dengan menggunakan cara yang sama. Selain
itu auditor juga harus mengevaluasi apakah bahan bukti mendukung pendapat
auditor dengan cara mengestimasi kekeliruan (salah saji) material dalam masing
– masing akun dan kemudian mengestimasikannya untuk keseluruhan laporan
keuangan.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Bukti audit adalah
segala informasi yang mendukung angka-angka atau informasi lain yang disajikan
dalam laporan keuangan, yang dapat digunakan oleh auditor sebagai dasar yang
layak untuk meyatakan pendapat.
DAFTAR
PUSTAKA